Tears
of the Sun
Poster teatrikal
Sutradara
Antoine Fuqua
Produser Ian Bryce
Mike Lobell
Arnold Rifkin Penulis Alex Lasker
Mike Lobell
Arnold Rifkin Penulis Alex Lasker
Patrick Cirillo Pemeran Bruce Willis
Monica Bellucci
Cole Hauser Musik Hans Zimmer Sinematografi Mauro Fiore Penyunting Conrad Buff Studio Revolution Studios
Cheyenne Enterprises Distributor Columbia Pictures Tanggal rilis 7 Maret 2003 Durasi 121 menit
142 menit Negara Amerika Serikat Bahasa Inggris Anggaran $75.000.000[1] Pendapatan kotor $85.632.458[2][1]
Hari
Sabtu siang kemarin saya melihat di HBO menayangkan film berjudul Tears of
The Sun. Dan entah kenapa setiap kali menonton film ini, saya tetap saja
menangis walaupun pernah menonton sebelumnya. Padahal film ini jelas-jelas
bukan film drama. Film ini murni bergenre perang yang konon diangkat
dari kisah nyata yang terjadi di benua Afrika sana. Hanya saja karena
dibalut dengan misi kemanusiaan, makanya film ini mampu mengaduk-aduk emosi
saya terutama di akhir-akhir cerita.
Tulisan
ini sebenarnya bukan resensi atau sinopsi tentang film ini. Apalagi nyata-nyata
ini adalah film lama. Tentu sudah banyak pula teman-teman yang sudah
menontonnya. Tapi berhubung Sabtu lalu saya lihat lagi film ini, makanya pengin
saja saya menuliskan tentang kesan-kesan saya terhadap film ini. Ya anggap saja
sebagai apresiasi terhadap film yang menurut saya layak tonton ini. Dan menurut
saya pula film ini tak kalah bagusnya koq dengan film perang lainnya semacam Saving
Private Ryan yang konon juga merupakan film yang diangkat dari kisah nyata.
Tears
of The Sun adalah film yang diproduksi pada tahun 2003, cukup lama bukan? Film
ini disutradarai oleh Antoine Fuqua, yang juga pernah menyutradarai film
King Arthur, Brooklyn’s Finest, Hunter Killer, dan
Training Day. Dibintangi oleh aktor kawakan Bruce Willis sebagai Letnan
A.K. Waters dan Monica Bellucci sebagai Dr Lena Kendricks.
pasukan Letnan Waters (image from
http://3.bp.blogspot.com)
Dikisahkan
dalam film ini, Letnan A.K. Waters yang diperankan oleh Bruce Willis
merupakan seorang komandan pada kesatuan elit Navy Seal, AS yang
diperintahkan oleh atasannya Kapten Bill Rhodes (Tom Skerritt) untuk
misi kemanusiaan yakni masuk ke negara Nigeria dan mengeluarkan warga negara
asing dari negara tersebut ke negara terdekat yang relatif aman di perbatasan
yaitu Kamerun. Hal ini dilakukan karena di Nigeria tengah terjadi konflik etnis
yang mengarah ke perang saudara. Tidak semata-mata konflik etnis, tetapi juga
telah mengarah ke tindakan makar terhadap pemerintahan yang berkuasa, yaitu Presiden
Samuel Azuka.
Rupanya
Presiden Azuka ini bukan hanya presiden bagi rakyat Nigeria, tetapi juga
merupakan raja suku Ibo yang berdomisili di bagian selatan Nigeria.
Sementara itu para pemberontak dipimpin oleh Mustafa Yakubu mengusai
wilayah bagian utara, yang berusaha menggulingkan kekuasaan Presiden Azuka.
Kudeta pun akhirnya terjadi, keluarga presiden termasuk Presiden Asuka akhirnya
tewas dalam kudeta itu. Setelah presidennya tewas, kediktatoran Mustafa Yakubu
makin merajalela. Pembersihan etnis Ibo dilakukan dengan cara kekerasan. Tentu
saja warga sipil ketakutan, agar tidak dibunuh mereka melarikan diri mengungsi
ke wilayah perbatasan. Akibatnya para warga asing yang menjalankan misi
kemanusiaan dan keagamaan dan kebetulan tengah berada di area konflik pun
kebingungan dan berusaha menyelamatkan diri. Inilah awal mula misi penyelamatan
yang diemban oleh Letnan A.K. Waters.
Letnan Waters dan Dr. Lena (image from
http://4.bp.blogspot.com)
Oleh
Kapten Bill Rhodes, Waters hanya ditugaskan untuk mengekstradisi seorang tenaga
medis berkebangsaan Amerika yang bernama Dr. Lena Kendricks (diperankan oleh
Monica Bellucci), seorang pastor dan dua orang biarawati disana dan menghindari
kontak senjata dengan pihak yang sedang bertikai. Sebagai prajurit yang loyal,
Waters mematuhi perintah atasannya itu. Meskipun demikian seluruh tim yang
dikomandani Waters diberi persenjataan yang lengkap. Akhirnya tim penyelamat
yang terdiri dari Slo, Flea, Lake, Sutra, Zee, Doc, dan Red yang
dipimpin Letnan Waters ini pun diberangkatkan dari kapal perang USS Harry
Truman yang berlayar diperairan Afrika menuju ke daerah konflik.
Sampai
di lokasi ternyata tidak semudah yang dikira Waters. Dr. Lena yang harusnya
diselamatkan justru menolak diekstradisi karena lebih memilih tinggal di
semacam rumah sakit darurat dengan para pengungsi dan pasiennya yang tentunya
sangat membutuhkan tenaganya. Dokter cantik itu hanya mau diselamatkan jika tim
Waterspun mau membawa serta para pengungsi dan pasien yang tengah dirawatnya ke
tempat yang aman yaitu di perbatasan. Disinilah perang batin Waters mulai
diuji, antara mematuhi perintah komandan yang hanya perlu menyelamatkan target
utama seorang dokter atau menuruti permintaan dokter itu yang ingin membawa
rombongan yang jumlahnya lumayan besar.
Tapi
tugas tetap harus dijalankan. Karena lokasi yang aman jaraknya kurang lebih 12
kilometer dari tempat itu, maka akhirnya diputuskan untuk membawa para pengungsi
dan pasien yang masih mampu berjalan saja. Sementara yang sudah tidak mampu
berjalan tetap ditinggal di rumah sakit itu bersama para misionaris. Tepat
ketika fajar menyingsing, mereka mulai menjalankan misi itu. Dengan menembus
hutan rombongan pengungsi yang dikawal pasukan Letnan Waters berjalan menuju ke
perbatasan. Ketika malam tiba, mereka tidak bisa beristirahat terlalu lama
karena pasukan pemberontak ternyata terus mengejar mereka. Pada akhirnya
sampailah mereka di titik penjemputan helikopter yang akan membawa Dr. Lena dan
tim. Rupanya ini adalah ide awal dari pasukan Waters. Mereka sengaja membawa
para pengungsi itu sekedar agar Dr. Lena mau diekstradisi. Dengan susah payah
Letnan Waters memaksa Dr. Lena masuk helikopter, walaupun Dr. Lena sekuat tenaga
meronta tetap tak mampu menandingi tenaga seorang tentara bernama Waters itu.
Sementara para pengungsi dibiarkan tetap tinggal dihutan.
Begitu
helikopter terbang dan melintas di atas sebuah desa, barulah Letnan Waters dan
pasukannya melihat dengan mata kepala sendiri. Para pemberontak tidak saja
menghancurkan desa itu, tapi juga membunuh penduduknya. Menyadari bahwa
perbuatan yang dilakukannya salah, akhirnya Letnan Waters dan pasukan menyuruh
pilot untuk memutar kembali haluan menuju ke para pengungsi yang tadi
ditinggalkannya. Sebagian pengungsi diangkut oleh helikopter dan sisanya
diputuskan akan dikawal oleh pasukan Letnan Waters hingga ke perbatasan.
Begitu
melintasi sebuah desa, lagi-lagi rombongan pengungsi yang dikawal oleh pasukan
Letnan Waters dan Dr. Lena melihat kebrutalan para pemberontak. Mereka dengan
kejam menyiksa dan membunuh rakyat suku Ibo, bahkan tidak segan-segan
memperkosa para wanitanya. Disinilah keputusan Letnan Waters dan pasukannya
makin kuat untuk mengawal para pengungsi hingga ke perbatasan. Tak lupa diapun
melapor ke komandannya Kapten Rhodes bahwa pasukannya tidah hanya
mengekstradisi Dr.Lena, tapi bersamanya pula saat itu ada sejumlah pengungsi
yang perlu dikawal dengan selamat hingga ke perbatasan. Kapten Rhodes tetap pada
pendiriannya bahwa target utama pasukan Waters hanya menyelamatkan Dr. Lena,
bukan para pengungsi. Sementara Letnan Waters pun juga tetap bersikukuh akan
mengawal para pengungsi. Apalagi ketika satu persatu pasukannya ditanya akan
kesanggupan mereka mengawal para pengungsi sampai di perbatasan. Satu persatu
pasukannya menyatakan siap dan tidak menganggap lagi para pengungsi sebagai
beban mereka.
salah satu adegan di film ini (image
from https://www.cameraguild.com)
Yang
mengherankan bagi pasukan Waters ini, setiap pergerakan mereka dengan mudah
dapat dilacak oleh para pemberontak. Melalui scan monitor satelit terlihat
posisi para pemberontak yang semakin mendekat ke mereka. Disinilah Slo curiga
bahwa diantara para pengungsi pastilah ada yang membawa peralatan yang bisa
mengirimkan sinyal ke para pemberontak. Kecurigaan pasukan Waters ternyata
benar, ada seorang pengungsi bernama Gideon yang berusaha melarikan diri saat
hendak digeledah. Akhirnya Gideon pun ditembak dan dia pun mengakui kalo dia
terpaksa melakukan hal itu karena keluarganya sedang dalam penyanderaan para
emberontak. Disinilah akhirnya juga diketahui bahwa di dalam rombongan para
pengungsi ini terselip seorang yang akan terus diburu oleh para pemberontak
dimana pun dia berada. Dia adalah Arthur Azuka (Sammi Rotibi), putra
Presiden Samuel Azuka yang berhasil selamat. Sebagai satu-satunya putra
presiden yang selamat, otomatis dia merupakan pewaris utama yang sah dan berhak
menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin suku Ibo.
Karena
posisi yang kian dekat, pertempuran pun tak bisa dihindari. Pasukan Waters
berusaha menghalau para pemberontak dengan peralatan yang tersedia. Sepanjang
pertempuran ini, Waters banyak kehilangan anggota pasukannya, diantaranya
adalah Slo, Flea, Lake, dan Sutra. Disinilah terlihat bagaimana pasukan Waters
begitu gigih melindungi para pengungsi. Mereka tidak peduli lagi nyawa mereka
begitu dekat dengan kematian. Di tayangan ini tampak seorang pasukan Waters
yang justru balik arah demi menyelamatkan seorang pengungsi wanita yang
tergencet pohon yang tumbang, walaupun usahanya sia-sia karena dia sendiri
bersama pengungsi itu pun akhirnya tewas tertembak pemberontak. Jujur saya
mulai haru disini. Adegan demi adegan menegangkan mulai tampak di segmen ini.
Saling serang terjadi silih berganti. Waters, Red, dan Zee juga terluka di
adegan ini. Tapi mereka tetap bersemangat membawa para pengungsi hingga
perbatasan. Mendekati perbatasan, kondisi semakin kacau balau. Di sisa-sisa
tenaganya, tak lupa Waters meminta bantuan pesawat tempur guna menghalau para
pemberontak yang kian mendekat. Akhirnya datanglah bantuan dua pesawat tempur
yang memporakporandakan para pemberontak. Walaupun terluka, Waters dan beberapa
pasukannya berhasil membawa sisa para pengungsi sampai di gerbang perbatasan
Kamerun. Di gerbang perbatasan Waters dan pasukannya yang selamat telah
disambut oleh komandan mereka Kapten Rhodes.
Disinilah
adegan mengharukan kembali terjadi. Bagaimana para pengungsi begitu senang bisa
bertemu kembali dengan para anggota keluarga yang lebih dulu mengungsi.
Merekapun merayakan kebebasan mereka dari para pemberontak dengan bernyanyi
bersama sambil mengelilingi Arthur Azuka. Mereka merasa Arthur lebih pantas
sebagai kepala suku yang mewarisi sifat-sifat ayahnya. Dengan mengangkat tangannya
sambil berseru “Merdeka!”, Arthurpun larut dalam suka cita kemenangan bersama
para pengungsi lainnya. Sementara Waters dan anggota pasukannya yang terluka
segera dilarikan dengan helikopter guna mendapatkan perawatan. Ceritapun
diakhiri dengan epilog yang manis dari Edmund Burke, “The only thing
necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing”.
Lho
koq jadinya malah kayak sinopsis ya? Ya sudah intinya banyak sekali pesan moral
yang bisa diambil dari film ini. Bahwa pada dasarnya setiap peperangan itu
pasti akan menelan korban entah itu, harta benda dan nyawa sekalipun. Dan pada
akhirnya kejahatan akan kalah oleh kebaikan. Nah untuk lebih membuat penasaran
yang belum pernah menonton film ini, maka dibawah ini ada trailer dari film
Tears of The Sun ini. Coba aja lihat, bagus khan filmnya. Ilustrasi musiknya
pun ditata dengan apik oleh Hans Zimmer. Pokoknya keren deh soundtracknya (kalo
ingin dengar soundtracknya nyari aja sendiri di youtube ya, banyak koq
hehehe).
Daftar
pemain film Tears of The Sun :
·
Bruce Willis sebagai Letnan A.K. Waters
·
Monica Bellucci sebagai Dr. Lena Kendricks
·
Cole Hauser sebagai James “Red” Atkins
·
Eamonn Walker sebagai Ellis “Zee” Pettigrew
·
Johnny Messner sebagai Kelly Lake
·
Nick Chinlund sebagai Michael “Slo” Slowenski
·
Charles Ingram sebagai Demetrius “Sutra” Owens
·
Paulus Francis sebagai Danny “Doc” Kelley
·
Chad Smith sebagai Jason “Flea” Mabry
·
Tom Skerritt sebagai Kapten Bill Rhodes
·
Malick Bowens sebagai Kolonel Idris Sadick
·
Sammi Rotibi sebagai Arthur Azuka
·
Akosua Busia sebagai pasien/pengungsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar